Review:
1. Film Mengejar Halal
2. Short Movie Smiley
3. Short Movie "Mahar Cinta"
Mengejar
Halal dan Cuplikan Quotes-quotes Positif
Judul Film : Mengejar Halal
Durasi : + 60 menit
Tahun Produksi : 2016
Produksi : Film Maker Muslim – Daqu Movie dan Muara
Studio
Sutradara : M. Amirul Ummami
Tokoh : Inez Ayu as Hauro, Abdul Kaafi as Halal, Ryan
Qori as Yaser (Hauro’s Big Brother), Ressa Rere as Zizi (Yaser’s wife), Hana
Nurjanah as Salma.
Selesai saya menonton film Mengejar Halal, saya sebenarnya merasa aneh. Mungkin
karena inti permasalahan dan hikmah yang saya tangkap tidak sesuai dengan yang
saya butuhkan (urusan personal). Atau mungkin juga karena saya merasa film ini
ibarat beberapa scene dengan quotes
kece yang di tempel-tempel sehingga terbentuklah durasi yang panjang, hanya
saja terasa masih kurang mengalir dengan natural, tidak menjadi satu kesatuan
sebagai sebuah film/cerita.
Berdasarkan usia, Haura sang tokoh utama mungkin memiliki kisaran usia yang
sama dengan usia saya saat ini. Akan tetapi Haura berada pada fase sedang
melewati kemeranaan dan kekhilafan saking frustasinya dengan masalah jodoh. Wajar
sih; dia telah melewati fase di mana mungkin saya pun juga tak akan sanggup
menanggung kecewa, malu, dan sedih, yakni batal menikah padahal tinggal akad,
padahal semua tamu menyaksikan, padahal makanan tinggal disikat aja. Maka dapat
dipahami tingkahnya selanjutnya adalah yang membuat cerita di film ini berjalan, yakni kekhilafan. Hikmah dari inti kisah
Haura pun sangaaaattt bagus, tentang memperbaiki diri sendiri untuk Allah,
untuk tidak serakah meminta yang terbaik dariNya tapi tidak berusaha menjadi
umat terbaikNya.
Meski demikian, jujur film ini membuat saya geli sendiri. Horor yang sangat
horor pada menit ke 48 dan 56. Enggak sanggup saya melihat kekonyolan Haura,
yang bisa bener-bener bikin orang keki, malu abis, dan illfeel... tapi di menit setelah itu pula ada beberapa hal yang
dapat menjadi pembelajaran, dan sedikit banyak berkaitan juga dengan beberapa
kegundahan saya. Alhamdulillah. Hihiihi...
Poin kedua yang saya komentari adalah film ini lebih terkesan seperti
beberapa scene berisi quotes positif yang ditempel-tempel
sehingga membentuk durasi yang panjang, tapi belum menjadi satu kesatuan. Saya rasa
hal tersebut juga yang membuat alur dan plot yang dari menit pertama sampai
menit terakhir adalah garis lurus di tingkat ketegangan yang tinggi. Paham kan,
secara umum plot cerita diawali dengan pembukaan, pengenalan konflik, klimaks,
penyelesaian konflik, baru kemudian penutup. Di mana dengan plot tersebut
perasaan penonton ataupun pembaca dibuat nyaman, mengalir, dan dapat menikmati
cerita sebagai satu kesatuan.
Akan tetapi Mengejar Halal memiliki konflik bahkan dari detik pertama. Secara
cerita memang demikian, gapapa lah, dan memang ada alur yang demikian. Hanya saja
penyajiannya kurang cukup baik untuk membangun kedekatan emosional dengan
penonton. Ending-nya ya seperti yang
saya rasakan, “Udah? Gitu aja? Oke, ya udah.”, rasanya pengen bilang gitu. Penutupnya
jadi kurang mengena di dalam hati. Jadi kurang greget...
Well... FMM memang cukup piawai kok untuk
membuat short movie, dan Mengejar
Halal memang film panjang pertama mereka, jadi saya coba memaklumi jika feel yang didapat kurang se-gereget short movies mereka.
Kemudian saya mencoba mengingat kembali apa-apa saya yang dapat saya
pelajari dari Mengejar Halal ini, karena rasanya ada banyak yang bisa saya
pelajari, akan tetapi hal-hal yang dapat saya pelajari itu ibarat poin-poin
terpisah (scene berisi quotes yang ditempel-tempel), seperti;
- Kak Zizi yang murotalnya masya Allah
indah bangeettt.... bikin makin semangat untuk memperbaiki tahsin. Dari
sisi cerita Kak Zizi ditampilkan sedang tilawah ketika Hauro sedang bete,
tapi hanya satu scence itu saja.
- Scene hubungan
Kak Zizi dengan Kak Yaser yang mesra, mengajarkan tentang bagaimana hubungan
antara suami isteri yang baik. Mereka di dunia nyata memang pasangan suami
isteri, dan insya Allah juga dapat menjadi contoh yang baik dalam membina
rumah tangga yang meneduhkan, jadi saya tidak heran, tidak protes dengan
scene ini. Hanya pada menit
tersebut terkesan lebih ditonjolkan edukasi bagaimana cara membangun
rumah tangga yang baik. Selama beberapa menit keluar (sekali lagi) dari
cerita utama. Secara hikmah bagus, tapi secara alur cerita kurang menyatu.
- Ibu-ibu rempong, secara umum kita memang akan merasa seolah seluruh dunia tahu masalah kita, dan terasa orang-orang seperti mengasihani kita, membicarakan kita, atau bahkan menghujat kita. Dan di sini saya belajar dan banyak beristighfar supaya tidak menjadi seperti mereka. Na’udzubillah hi min dzalik... (Scence ini dimunculkan beberapa kali, sebagai pemanis komedi. Pemanis ya, bukan bagian yang dapat mempengaruhi cerita.)
- Dua sahabat rempong Hauro, semoga
saya dapat menjadi sahabat yang menenangkan, dan bersuara pelan deh.
- Dialog Salma pada menit 50 dan menit
58 setelah Hauro melakukan hal yang horor (bikin malu) sekaligus
menggelikan. Akan tetapi sayangnya dialog Salma di menit 50 yang harusnya
memberikan pencerahan/quotes
positif lainnya kurang tersaji dengan baik, yang akan saya sampaikan pada
pemaparan poin ketiga. Sementara untuk menit ke 58, begini;
Pada menit ke-58 ini Hauro melakukan hal
horor-memalukan dan menggelikan, dengan mengungkapkan bahwa Salma belum
mencintai Halal, dan apa Halal mau menikah dengan orang yang tidak mencintai
dirinya? Scene ini penting karena
dapat menyampaikan urusan cinta dalam sudut pandang Islam, dalam sudut pandang
seorang muslimah yang ingin menjaga hatinya. Sudut pandang, atau pendapat yang
telah ada di dalam keyakinan saya tahun 2012 lalu ketika memikirkan tentang
pernikahan, yang baru saya berani
perjuangkan secara tegas di tahun 2016. Keyakinan untuk mencintai
pasangan karena Allah, karena telah halal, keyakinan untuk menjaga hati dan
mengendalikan perasaan dan sikap ketika belum halal, keyakinan untuk
menetralkan hati, atau menghindar jika belum dapat netral, keyakinan untuk
tidak mengatakan cinta selama belum halal. Karena menikah bukan sekedar tentang
cinta, akan tetapi tentang komitmen, keyakinan, kemantapan hati, dan keridhoan.
Karena cinta insya Allah akan tumbuh seiring berjalannya waktu, karena Allah, tentu
saja jika manusia telah memahami hakikat cinta karena Allah. Quotes ini, adalah yang dikuatkan dalam short movie Mahar Cinta, yang bahkan
menurut saya Mahar Cinta lebih dapat feel.nya,
dan lebih oke dari berbagai sisi penilaian.
Karena Mengejar Halal memiliki beberapa kelemahan dari sisi plot dan alur
(sudah dijelaskan), profesionalitas (karena FMM memang lebih ahli membuat short movie), dan dari sisi penguatan karakter tokoh;
Ya Allah, rasanya dari scene
pertama sampai akhir telinga saya mau pecah. Terlalu banyak bersuara keras, ibu-ibu
rempong, sahabat-sahabat Hauro, Hauro, semuanya emosional. Kakaknya Hauro juga.
Saya merasa ini ibarat penguatan karakter tokoh-tokoh pembantu akan tetapi terlalu
pasaran, yakni penguatan karakter yang ditunjukkan dengan emosional yang
tinggi.
Jika dibandingkan dengan beberapa short
movie FMM lainnya, sudah memiliki penguatan karakter yang lebih baik, dan
tidak harus dengan sifat dengan suara dan emosional yang tinggi. Tetapi juga
tidak se-standar karakter Salma.
Ya... intinya saya merasa karakter tokoh pembantu masih kurang terdefinisi
dengan baik. Baik itu dua sahabat Hauro, Salma, Shidiq, dan Anisa. Kenapa Salma
saya katakan penokohannya masih kurang, padahal dia tidak termasuk dalam
karakter-karakter yang dominan emosional. Karena dia adalah sebaliknya, yakni
kurang kuat emosinya. Jika karakter-karakter sebelumnya terlalu emosional
sehingga jati diri tidak kelihatan, Salma kurang memainkan emosi sehingga jati
diri tidak keluar. Jati diri ini dapat dilihat juga dari dialog Salma, dan saya
tidak mendapati dialog-dialog Salma, intonasinya, menunjukkan suatu penguatan
karakter. Ibaratnya, Salma baik, ya baik aja. Baiknya gimana nih? Baik yang
bijak? Baik yang menenangkan, baik yang manis, atau baik doang yang belum dapat
terdefinisi secara rinci?
Salma dikarakterkan sebagai akhwat yang baik, pada menit 50 Salma menjadi
tidak cukup mampu untuk menenangkan dan memberikan pencerahan kepada Hauro. Secara
dialog sudah dicoba usahakan untuk memberikan pencerahan (dan sedikit tempelan
cerita bagaimana proses ta’aruf pada umumnya, tidak begitu tepat penempatan
karena suasananya sedang sedih – Haura dilema, red –), akan tetapi secara
karakter masih kurang memberikan ruh pada dialog dan suasana cerita.
Ada penjelasannya sedikit sih di BTS mengejar Halal, bahwa beberapa scene romantis dibuat komedi, dan scene komedi diberi unsur romance. Karena genre film ini memang comedy-romance. Meski demikian poin
penting ini jadi kurang dapat feel.nya. Sebagaimana saya mendapatkan feel ketika Kak Zizi murotal (dapat feel pada scene yang tidak ada hubungannya dengan alur cerita, gimana coba),
atau dapat feel dengan hubungan harmonis Kak Zizi dengan Kak Yaser (dapat feel lagi pada scene yang tidak ada hubungannya dengan alur utama cerita).
Penyampaian di menit ke 50 yang harusnya Salma dapat memberikan gereget
tentang bagaimana kita dapat berempati, memotivasi, dan memberikan saran yang
baik dan bijak terhadap sahabat Ukhti kita yang sedang khilaf, sedih, dan
dipenuhi rasa malu. Nuansanya nuansa yang meneduhkan gitu baiknya... karena
perempuan itu dominan di emosi, dan ketika perempuan bertemu dengan perempuan,
dengan suasana hati dan masalah yang menyayat hati, secara umum akan keluar
simpati, empati, emosi sad-drama yang
keluar.
Oh iya, salut juga dengan akting Kak Inez Ayu yang kece abizzz (kece sampai
habis film). Hihihi... meski penutupannya kurang gereget, narasi epilognya
baguussss banget, tapi scene-nya
seperti ada yang hilang. Tiba-tiba aja gitu, setelah scene akad Halal dengan Salma, terus narasi epilog.
Taking everything into
consideration, Mengejar
Halal insya Allah bagus. Dan jika inti utama hikmah tidak sampai kepada saya,
insya Allah akan sampai kepada orang-orang yang tepat dan membutuhkan. Karena hikmah
yang saya butuhkan adalah ada pada menit ke 58, 50, dan beberapa poin yang
telah saya sampaikan lainnya. Hihihi... jadi intiny sih ada hikmah yang tetap
dapat dipelajari dari film ini. J Meski dari segi alur memang kurang...
karena FMM memang pakarnya di short movie,
dan masih belajar untuk membuat long
movie. J Ganbatte,
then. J
Short Movie Smiley
Durasi : + 7 menit
Tokoh : M. Ali Miqdad
Produksi : Film Maker Muslim
Short movie sederhana yang mengingatkan kita bahwa kebahagiaan itu dapat
berawal dari hal sederhana dari diri kita, yakni dengan tersenyum. Bukannya menunggu
pelangi di luar terbit, atau menunggu hujan emas dari langit, atau menunggu
dibelikan makanan favorit oleh teman kerja. Tapi kebahagiaan itu, dapat berasal
dari diri sendiri, yakni tersenyum, dan insya Allah hari kita akan menjadi
lebih bermakna. Banyak-banyakin bersyukur juga yak. J
Short Movie Mahar Cinta, Amazing!!!
Durasi : + 24 menit
Produksi : Film Maker Muslim
Launching : Pada Seminar Pernikahan Impian #2
Tokoh : Kulsum Nurul Jannah as Alira, M. Ali Miqdad
as Salim, Yan Rambo as Alira’s Dad, Fara
Nuraini as Farah (Alira’s bestiest), Hans as Adnan
Geli banget saya pas lihat BTS (behind the scene) Mahar Cinta. Lucu-lucu; dari Farah yang di film memang udah
lucu, BTS oleh stunt man Alira ketika adegan memeluk ayah Alira (kan bukan
mahram jadi pakai stunt man), dan yang
paling kocak adalah tingkah Kak Kulsum Nurul Jannah yang mendadak jadi fans
boyband Korea ketika ditanyai oleh Adnan (Hans), yang mana bikin Hans ilfeel :D :D :D. Rasanya itu seperti
akting terbaik Kak Kulsum di film ini (padahal semua scene akting Kak Kulsum bagus lohhh), bikin geli serius, natural
banget... saya jadi bertanya-tanya jangan-jangan Kak Kulsum memang penggemar
drakor dan boyband beneran... hihihi...
Oke, kembali ke review short movie mahar
cinta itu sendiri. Saya kira genre ini adalah drama romance, kemudian adanya adegan-adegan lucu adalah kejutan indah
yang membuat film ini menjadi semakin menarik, dan tentunya tidak kehilangan
alur utamanya.
Saya rasa saya bisa menyimpulkan ada tiga poin penting yang dapat kita
pelajari dari film ini.
- Tentang pendirian Alira ketika diajak
pacaran oleh Salim, kemudian menyampaikan bahwa dia tidak ingin pacaran,
tapi menikah, dan dia memberikan alamat rumah dan nomor telepon rumah jika
Salim benar-benar seriut. Kemudian Salim
benar-benar datang ke rumah Alira. Tanpa dia benar-benar tahu perasaan
Alira. Dua poin dari scene ini:
pendirian Alira, dan karakter Salim.
- Adegan kedua ialah ketika Salim
meminta kepastian tentang perasaan Alira kepadanya. Hal tersebut dipicu
oleh permintaan ayah Alira untuk memberi mahar Rp 50 juta, sementara
secara ekonomi Salim bukanlah orang yang berlebih, dan dia akan butuh
usaha keras untuk menyediakan uang sebanyak itu. Karena itu Salim meminta
kepastian perasaan Alira, supaya usahanya nanti tidak menjadi
sia-sia (belum berusaha aja udah cengeng. Ck.ck.ck.). Kemudian respon Alira
adalah poin penting yang sangat saya setujui, yang semakin memantapkan hati
saya atas sikap yang saya ambil apabila dihadapkan dengan situasi sejenis,
yang juga merupakan penguat dari menit ke 58 film Mengejar Halal yang
telah saya review sebelumnya.
Bahwa;
Salim : “Aku perlu tahu perasaanmu ke aku.”
Alira : “Kenapa kamu perlu tahu?”
Salim : “Aku
harus memastikan, kalau kamu cinta sama aku, yakin mau sama aku, aku akan
usahakan mahar itu, ngggak cuma mahar, biaya pesta pun pasti aku usahakan.”
Alira : “Aku
kecewa. Kenapa kamu butuh kepastian dari aku, tugas kamu berusaha, Lim. Jangan MANJA.
Buat apa kamu pastikan perasaanku ke kamu, kita belum nikah, aku
ga ada kewajiban mencintai kamu.”
Salim : “Ra,
50 jt itu besar, belum biaya pesta, belum rumah tangga nanti. Aku harus yakin
aku ga bertepuk sebelah tangan.. apalagi aku kuliah sambil biayai adik-adik
aku. Aku tulang punggung keluarga.
“Ya maaf deh kalau aku ga mapan seperti
ipar-iparmu –”
Alira : “Cukup, Salim. Kenapa kamu jadi cengeng gini
sih. Kamu bahkan belum berusaha.”
Jadi, yang saya bold itu yang saya sangat setuju,
tentang cinta. Dikuatkan dengan penjelasan Farah, sahabat Alira di scene yang lain;
“Lu
tahu ga bahagianya Lira ketika lo nyatain perasaan”
“Tahu
ga gimana dia nahan diri buat ga pacaran”
“Dia
tahan nafsunya”
“Karena
dia percaya Allah akan buat cinta ini suci”
- Adegan ketiga adalah ketika Salim
harus segera mendatangi ayah Alira lagi sebelum terlambat. Meski tabungan
belum mencapai separuh dari yang diminta. Di sini yang hendak saya soroti
adalah kebijaksanaan Salim yang memilih mundur.
Bukan karena alasan egois mahar kegedean ataupun
ayah Alira yang keras. Tapi karena sebuah alasan mulia nan bijak, yakni; dia
tidak ingin keberadaan dirinya membuat Alira bertengkar dengan ayahnya. Dia tidak
ingin menjadi pengaruh tidak baik untuk Alira sehingga membuat Alira membantah
ayahnya. That’s really a man, guys.
Di akhir cerita, terdapat narasi epilog yang bagus juga;
“Benar bahwa Islam menganjurkan untuk mempermudah mahar. Tapi esensi mahar
adalah mempertandakan suami siap untuk bekerja keras, menjadi imam, ayah,
sahabat, pelipur lara, dan duka. Bukti keikhlasan dan kerelaan, bukti cinta
yang dipersembahkan dengan sepenuh hati.
“Mahar adalah pemberian terbaik, bukan sekedar dari esensi material, tapi
adalah keikhlasan mempelai wanita menerima kekurangan dan kelebihan calon imam.
Karena pernikahan merupakan perjalanan menuju kesempurnaan agama, perjalanan
yang membutuhkan sinergi dua hati untuk saling menjaga ego, dan saling
memuliakan."
Saya tidak ada komentar bermakna untuk Mahar Cinta, karena seperti yang
sudah saya katakan sebelumnya, Film Maker Muslim memang ahli dalam membuat short movies. Hikmahnya juga dapet banget. Alhamdulillah....
Mahar Cinta, amazing!!!
Terus berjuang dan terus berkarya untuk kawan-kawan Film Maker Muslim.
Jangan berhenti menebar kebaikan.
Jazakumulla hu khairan. J
N.B.: jangan tiru Kakak
Alira, masak iya adik sendiri nikah ga dateng dengan alasan karena ada orang
mau lihat rumah yang lagi dijual. Sedih, gengs. Alira belum tentu akad dua kali
loh – (eh?!!), sementara orang mau beli rumah bisa dua tiga kali kesempatan itu
datang. Hihihi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar