Judul Film :
Beauty and The Beast (2017)
Nama Sutradara : Bill Condon
Nama House
Production : Disney's
Tahun Terbit : 2017
Durasi : + 120’
Bulan Maret yang penuh pressure
ini membuat saya merasa sangat perlu untuk sedikit mengambil waktu refreshing/quality time. Kemudian muncul
iklan penayangan Film Beauty and The Beast ini di pertengahan bulan Maret. Hal
ini membuat saya sangat bersemangat karena saya bisa melihat Hermione
Granger Emma Watson setelah sekian lama film ketujuh Harry Potter tamat.
Lebih lagi dari yang saya dengar, Hermione Emma akan bernyanyi di film
ini. Maka menonton lah saya dengan sahabat saya, sekalipun harus dilakukan pada
akhir pekan yang harga tiketnya jauh lebih mahal dibanding hari-hari kerja
biasa.
Sebetulnya bukan salah filmnya juga. Mungkin sayanya yang kurang mencari
informasi genre film ini. Sekalipun
ini adalah dari kisah dongeng yang sudah sering kita tonton semasa kanak-kanak,
saya tidak menyadari bahwa film ini pun akan bergenre drama. Membuat
kepala saya agak pusing karena menonton film yang selalu bergerak setiap detik, di setiap
inch layar.
Tarian, efek animasi benda-benda yang terus bergerak, dan sebagainya.
Well, kebetulan ini termasuk pertama kalinya saya menonton film bergenre drama dengan serius, di layar yang besar, yang membuat mata saya terus berputar-putar kesana kemari, tidak ingin melewatkan detil apapun, mencoba mencari sesuatu.
Tarian, efek animasi benda-benda yang terus bergerak, dan sebagainya.
Well, kebetulan ini termasuk pertama kalinya saya menonton film bergenre drama dengan serius, di layar yang besar, yang membuat mata saya terus berputar-putar kesana kemari, tidak ingin melewatkan detil apapun, mencoba mencari sesuatu.
Ya. Sesuatu. Sebelumnya saya mendengar host
di sebuah radio bahwa menurut mereka film ini mengajarkan hal yang tidak baik,
yakni sekalipun si laki-laki (Beast) jelek/buruk rupa, selama dia kaya maka si
perempuan akan tetap mau.
Statement tersebut menghantui saya selama film
berlangsung, membuat saya terus mencari-cari hal yang dapat mematahkan statement tersebut. Di sisi lain, saya juga
merindukan Emma Watson yang telah memerankan Hermione dengan sangat apik, dan
mencoba melihat apakah Emma dapat memerankan Belle dengan baik. Pasti susah
untuk lepas dari bayang-bayang Hermione Granger yang telah mengambil masa-masa
remajanya selama hampir satu dekade. Pasti juga susah bagi saya untuk melihat
Emma sebagai sosok bukan Hermione Granger, karena saya termasuk fans Harry
Potter yang selalu mengikuti filmnya selama masa remaja saya.
Dalam hal ini, dapat saya katakan bahwa saya agak setuju dengan
komentar-komentar di luar bahwa Hermione Emma memang cocok jadi Hermione
saja. Saya mencoba untuk mengamati setiap detil ekspresi Belle, akan tetapi
saya merasa Emma belum bisa sepenuhnya menjadi sosok Belle yang halus dan
lembut. Sekalipun Hermione juga adalah orang yang hatinya lembut dan penuh
kasih sayang terutama kepada sahabat-sahabatnya (Harry dan Ron), sosok Belle
memiliki kelembutan cara yang berbeda. Senyum Emma, belum bisa
mencerminkan sosok Belle yang telah kita kenal bahkan sebelum J. K. Rowling
mulai menulis buku Harry Potter.
Hingga sampai di penghujung film yang jujur membuat saya bosan, akhirnya, saya belum juga menemukan sesuatu yang saya cari, yang saya tunggu-tunggu.
Jujur saya cukup kecewa telah menonton film ini. Ya mungkin karena saya juga
yang tidak biasa menonton film drama yang didominasi oleh nyanyian dan tarian.
Meski demikian saya juga tidak menemukan sesuatu yang khusus, sesuatu yang
spesial dari film ini. Film ini sangat mirip, persis sama, dengan yang versi kartun.
Padahal bayangan saya film ini akan jadi seperti Maleficent ataupun Snowhite
and The Huntsman yang merupakan film berdasarkan dongeng, akan tetapi difilmkan
dengan alur berbeda.
Well, hal yang positif dari film ini menurut
saya hanyalah Emma yang menyanyi, dan saya sangat suka itu. Melihat bakat lain
dari Emma yang belum saya lihat selama dia menjadi Hermione.
Oh ya, dari sisi alur, sebetulnya saya juga masih bingung. Padahal ketika Belle bernyanyi di awal-awal film, dia membicarakan tentang mimpinya
untuk berpergian jauh dan terus menambah wawasannya. Tapi ujung-ujungnya kan
dia bersama pangeran dan tinggal di Istana. Jadi bagaimana dengan
mimpi-mimpinya tersebut, yang juga menjadi alasan dia tidak mau menerima cinta
Gaston?
Kekecawaan ini terus berada dalam pikiran saya. Saya ingin menyangkal statement dari host sebuah radio
tersebut. Akan tetapi saya tidak bisa menyangkalnya.
Jika benar kekayaan mengalahkan segalanya.... bukankah Gaston pun juga
dapat dibilang hidup dengan berlebih? Meski tidak seberlebih Pangeran Beast.
Tapi kan Gaston juga punya looks/tampilan
yang sangat menarik (bagi sebagian besar wanita), dia juga punya nama dan
dikagumi banyak orang, dia pemimpinnya.
Jika Belle memang benar berpikir secara materi, maka yang lumayan berlebih
secara ekonomi seperti Gaston, sekaligus tampan, punya nama, dan menjadi idaman
banyak wanita seperti Gaston akan lebih dipilih Belle kan? Tapi tidak.
Ada yang mengganjal dalam hati saya. Membuat saya terus memikirkan film
ini. Apa? Apa yang terlewat dari analisa saya??....
Mengapa Beast dan bukan Gaston. Mengapa memilih Beast dan bukan meraih
mimpinya yang tinggi, untuk terus berpetualang. Hingga akhirnya saya menyadari
satu hal penting yang sebenarnya telah ditampilkan di awal. Belle dan Hermione memiliki
dua kesamaan.
Belle dan Hermione sama-sama penggila buku, dan tidak dapat dipahami di
awal cerita, oleh sekitarnya. Hal yang menurut saya memang pernah dialami oleh
hampir semua penggila buku di dunia nyata, termasuk saya. TT
Lalu apa kaitannya dengan Gaston dan Beast?
Karena buku adalah dunia mereka (Hermione dan Belle), jati diri mereka.
Hasrat untuk terus berkembang dan berpikiran maju. Belle dianggap aneh oleh
warga desa karena pola pikirnya, karena kesukannya untuk membaca dibanding
berkumpul, berdandan, dan bergunjing; Dunia Gaston. Maka apabila dia bersama
Gaston haruskah dia menjadi seseorang lain hanya supaya dapat berbaur
sebagaimana Gaston?
Sementara bersama Beast, dia tidak perlu berubah menjadi orang lain, dan
tetap dapat menyukai buku sepanjang hidupnya.
Merasa dibedakan oleh warga desa membuat dia bertemu Beast adalah hal yang membuat dia nyaman, merasa klik, merasa sama. Karena Beast tidak menganggap perempuan yang suka membaca adalah hal yang aneh. Beast dapat memahami Belle sementara Gaston tidak.
Hm... mungkinkah ini yang dimaksud sekufu? Entah.
Merasa dibedakan oleh warga desa membuat dia bertemu Beast adalah hal yang membuat dia nyaman, merasa klik, merasa sama. Karena Beast tidak menganggap perempuan yang suka membaca adalah hal yang aneh. Beast dapat memahami Belle sementara Gaston tidak.
Hm... mungkinkah ini yang dimaksud sekufu? Entah.
Yang pasti sekarang saya dapat melihat sisi positif dari film/dongeng ini.
Dan saya rasa memang inilah yang ingin disampaikan film ini. Karena dari awal
banyak petunjuk-petunjuk yang mendukung hikmah yang akhirnya saya temukan.
Pada akhirnya, saya menyukai film ini. 😍
Pada akhirnya, saya menyukai film ini. 😍
Secara pribadi hal ini memotivasi saya untuk terus istiqomah menunggu sosok yang klik.
:d Yang saya tidak perlu berubah kecuali ke sisi yang lebih baik/positif
(meningkatkan ketaqwaan dan memperbaiki akhlaq). J Yang dapat mensupport dan memahami dunia saya, hobi
saya.
Karena menjadi lebih baik dan menjadi orang lain itu berbeda....
~~Thanks for reading~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar